Contoh Proposal Penelitian


BAB I
PENDAHULUAN


A.     Latar Belakang Masalah
Keberhasilan suatu Kegiatan Belajar Mengajar dapat ditentukan oleh berbagai faktor, baik yang datang dari dalam maupun dari luar, faktor yang datang dari dalam berupa minat dan perhatian peserta didik itu sendiri terhadap suatu materi atau mata pelajaran. Sedangkan faktor yang mempengaruhi dari luar bisa bersifat stimulus atau rangsangan yang datang dari guru baik berupa media pembelajaran yang menarik, metode ceramah yang variatif maupun berupa dialog kreatif di sela-sela waktu KBM. Dalam proses belajar mengajar, agar membuahkan hasil yang diharapkan, kedua belah pihak baik siswa maupun guru perlu memiliki sikap, kemampuan dan keterampilan yang mendukung proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Penulis tertarik untuk mengangkat masalah bagaimana seorang guru dapat menarik minat peserta didik terhadap suatu materi pelajaran geografi dengan variasi media dan metode pembelajaran pada saat KBM berlangsung, sehingga peserta didik dapat mencapai hasil belajar yang maksimal.
Oleh karena itu seorang guru dituntut untuk mempunyai kualifikasi yang sesuai dengan mata pelajaran yang guru tersebut ajarkan, kompetensi dan kinerja yang baik sebagai seorang guru yang profesional, sehinggga dengan menguasai materi pelajaran dan metode pembelajaran, guru tersebut diharapkan akan lebih mudah dalam menarik minat belajar peserta didik, sehingga pencapaian hasil belajarnya akan lebih maksimal.

B.     Rumusan Masalah
Tujuan pembelajaran geografi adalah mengembangkan pengetahuan dasar kegeografian mengembangkan kemampuan berpikir, inquiri, pemecahan masalah dan keterampilan kegeografian.
Tujuan pembelajaran geografi tersebut di atas dapat dicapai melalui proses pembelajaran, tugas utama guru yaitu mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik. Pembelajaran geografi akan berkembang jika ada peluang bagi guru bertindak sebagai pengembang program, untuk memasukan bahan-bahan dari kehidupan sosial budaya lingkungan peserta didik. Guru merupakan factor yang paling penting dalam proses pendidikan. Sebaik apapun kurikulum yang dikembangkan dan sarana yang disediakan pada akhirnya guru yang melaksanakannya dalam proses pembelajaran.  Oleh karena itu guru dituntut untuk menguasai kompetensi inti guru yang meliputi menguasai karakteristik peserta didik, menguasai teori belajar, mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran yang diajarkan, menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik, memanfaatkan teknologi informasi dan lain-lain.



Rumusan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
1)       Apakah kualifikasi, kompetensi, dan kinerja guru geografi memberikan kontribusi terhadap hasil belajar peserta didik SMU Negeri di Kabupaten Garut?
2)       Kemudian dari rumusan masalah itu dijabarkan kedalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1.       Berapa besarkah kontribusi kualifikasi guru geografi terhadap hasil belajar peserta didik SMU Negeri di Kabupaten Garut ?
2.       Berapa besarkah kontribusi kompetensi guru geografi terhadap hasil belajar peserta didik SMU Negeri di Kabupaten Garut ?
3.       Berapa besarkah kontribusi kinerja guru geografi terhadap hasil belajar peserta didik SMU Negeri di Kabupaten Garut ?
4.       Berapa besarkah kontribusi kualifikasi, kompetensi, dan kinerja guru geografi terhadap hasil belajar peserta didik SMU Negeri di Kabupaten Garut ?

C.     Definisi Operasional Variabel
Dalam rangka memberikan gambaran yang lebih tajam tentang kontribusi kualifikasi, lompetensi, dan kinerja terhadap hasil belajar geografi, berkaitan dengan hal itu akan diuraikan tentang variabel operasionalnya :
1.         Kualifikasi akademik adalah ijazah jenjang pendidikan akademik yang harus dimiliki oleh guru atau dosen sesuai dengan jenis, jenjang dan satuan pendidikan formal di tempat penugasan. Guru dalam penelitian ini adalah guru geografi yang mengajar di SMA Negeri Kab. Garut. Kualifikasi pada penelitian ini berdasarkan pendidikan yang terdiri dari DI/DII/DIII, S1 dan S2.
2.         Kompetensi guru adalah suatu pernyataan tentang kriteria yang dipersyaratkan, ditetapkan dan disepakati bersama dalam bentuk penguasaan pengetahuan serta sikap bagi seorang tenaga kependidikan. Di dalam penelitian ini yaitu kompetensi guru geografi SMA Negeri di Kab. Garut.
3.         Kinerja yaitu pencapaian kerja seseorang yang menyangkut kemampuan guru dalam melaksanakan tugasnya. Kinerja guru dapat dijelaskan dalam indikatir antara lain kedisiplinan, tanggingjawab, ketaatan, kerja sama, kesetiaan. Kinerja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah guru Geografi SMA Negeri di Kab. Garut.
4.         Hasil Belajar yaitu pengetahuan dan sikap yang dimiliki peserta didik setelah proses pembelajaran dengan indikatornya antara lain peserta didik menjadi aktif, kreatif, meningkatnya motivasi dan hasil belajar optimal. Hasil belajar dalam penelitian ini adalah mata pelajaran geografi SMA Negeri di Kab. Garut.

D.     Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian sebagai berikut :
1.       Mengetahui seberapa besar kontribusi kualifikasi guru geografi terhadap hasil belajar peserta didik SMU Negeri di Kabupaten Garut.
2.       Mengetahui seberapa besar kontribusi kompetensi guru geografi terhadap hasil belajar peserta didik SMU Negeri di Kabupaten Garut.
3.       Mengetahui seberapa besar kontribusi kinerja guru geografi terhadap hasil belajar peserta didik SMU Negeri di Kabupaten Garut.
4.       Mengetahui seberapa besar kontribusi kualifikasi, kompetensi, dan kinerja guru geografi secara bersama-sama terhadap hasil belajar peserta didik SMU Negeri di Kabupaten Garut.

E.      Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat :
1.       Memberikan masukan kepada guru-guru geografi SMU Negeri untuk meningkatkan proses pembelajaran.
2.       Memberikan motivasi pada guru geografi untuk meningkatkan kualifikasi, kompetensi dan kinerja guru.
3.       Memperbaiki sistem kerja di lingkungan Dinas Pendidikan di Kabupaten Garut.

F.      Hipotesis
Hipotesis penelitian dapat dideskripsikan dalam rumusan sebagai berikut :
1.       Kualifikasi guru memberikan kontribusi positif dan signifikan terhadap hasil belajar siswa SMU Negeri di Kabupaten Garut.
2.       Kompetensi guru memberikan kontribusi positif dan signifikan terhadap hasil belajar siswa  SMU Negeri di Kabupaten Garut.
3.       Kinerja guru memberikan kontribusi positif dan signifikan terhadap hasil belajar siswa SMU Negeri di Kabupaten Garut.
4.       Kualifikasi, Kompetensi, dan kinerja secara bersam-sama guru memberikan kontribusi positif dan signifikan terhadap hasil belajar siswa SMU Negeri di Kabupaten Garut.

  
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.     Kualifikasi Guru
Kualifikasi pendidikan memberikan kontribusi terhadap peningkatan hasil belajar peserta didik. Menurut Permen No. 16 tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru pada jenjang pendidikan SMA harus memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (IV) atau Sarjana (S1) program studi yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan.
Dari peraturan menteri No. 16 tahun 2007 itu diharuskan guru memiliki kualifikasi pendidikan yang dipersyaratkan. Oleh karena itu pemerintah memnrikan kesempatan untuk mengikuti pendidikan lanjutan yang lebih tinggi. Diharapkan semaikn tinggi pendidikan guru, maka akan semakin baik pula kompetensi dan kinerja sehingga dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik.

B.     Kompetensi Guru
Kompetensi merupakan gambaran hakikat kualitatif dari perilaku seseorang. Menurut Lefrancois, kompetensi merupakan kapasitas untuk melakukan sesuatu, yang dihasilkan dari proses belajar. Selama proses belajar stimulus akan bergabung dengan isi memori dan menyebabkan terjadinya perubahan kapasitas untuk melakukan sesuatu. Apabila individu sukses mempelajari cara melakukan satu pekerjaaan yang kompleks dari sebelumnya, maka pada diri individu tersebut pasti sudah terjadi perubahan kompetensi. Perubahan kompetensi tidak akan tampak apabila selanjutnya tidak ada kepentingan atau kesempatan untuk melakukannya. Dengan demikian bisa diartikan bahwa kompetensi adalah berlangsung lama yang menyebabkan individu mampu melakukan kinerja tertentu.
Kompetensi diartikan oleh Cowell, sebagai suatu keterampilan/kemahiran yang bersifat aktif. Kompetensi dikategorikan mulai dari tingkat sederhana atau dasar hingga lebih sulit atau kompleks yang pada gilirannya akan berhubungan dengan proses penyusunan bahan atau pengalaman belajar, yang lazimnya terdiri dari: (1)  penguasan minimal kompetensi dasar, (2) praktik kompetensi dasar, dan (3) penambahan penyempurnaan atau pengembangan terhadap kompetensi atau keterampilan. Ketiga proses tersebut dapat terus berlanjut selama masih ada kesempatan untuk melakukan penyempurnaan atau pengembangan kompetensinya.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 28 dinyatakan bahwa : Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional Kualifikasi akademik adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yan relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.
Kompetensi guru adalah kemampuan melakukan tugas mengajar dan mendidik yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan (Suhertian, 1994 : 73). Menurut rumusan Pendidikan Guru Berdasarkan Kompetensi (POPK), Kompetensi adalah kemampuan professional yang berhubungan dengan suatu jabatan tertentu, atau dalam hal ini kompetensi professional guru dan tenaga kependidikan lainnya (Depdikbud, 1982).
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kompetensi merupakan satu kesatuan yang utuh yang menggambarkan potensi, pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dinilai, yang terkait dengan profesi tertentu berkenaan dengan bagian-bagian yang dapat diaktualisasikan dan diujudkan dalam bentuk tindakan atau kinerja untuk menjalankan profesi tertentu.
Dalam penelitian ini dibatasi hanya dua kompetensi saja, yaitu kompetensi pedagogik dan profesional, yang dapat dijabarkan sebagai berikut :
Kompetensi Pedagogik, adalah kemampuan mengelola pembelajaran siswa yang meliputi pemahaman terhadap siswa, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan siswa untuk mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya, terinci ke dalam rumusan kompetensi sebagai berikut: (1) memahami karakteristik siswa, (2) memahami karakteristik siswa dengan kelainan fisik, sosial-emosional dan intelektual yang membutuhkan penanganan secara khusus, (3) memahami latar belakang keluarga dan masyarakat untuk menetapkan kebutuhan belajar siswa dalam konteks kebhinekaan budaya, (4) memahami cara dan kesulitan belajar siswa, (5) mampu mengembangkan potensi siswa, (6) menguasai prinsip-prinsip dasar pembelajaran yang mendidik, (7) mengembangkan kurikulum yang mendorong keterlibatan siswa dalam pembelajaran, (8) merancang pembelajaran yang mendidik, (9) melaksanakan pembelajaran yang mendidik, dan (10) menilai proses dan hasil pembelajaran yang mengacu pada tujuan utuh pendidikan.
Kompetensi Profesional, adalah penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing siswa untuk memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan, terinci ke dalam rumusan kompetensi sebagai berikut: (1) menguasai secara luas dan mendalam substansi dan metodologi dasar keilmuan, (2) menguasai materi ajar dalam kurikulum, (3) mampu mengembangkan kurikulum dan pembelajaran, secara kreatif dan inovatif, (4) menguasai dasar-dasar materi kegiatan ekstra kurikuler yang mendukung tercapainya tujuan utuh pendidikan siswa, (5) mampu menilai dan memperbaiki pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas.

C.     Kinerja Guru
Dalam bahasa Inggris istilah kinerja adalah performance. Performance merupakan kata benda. Salah satu entry-nya adalah “thing done” (sesuatu hasil yang telah dikerjakan). Jadi arti Performance atau kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu  organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.
Menurut Mangkunegara (2001:67) kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Tinggi rendahnya kinerja pekerja berkaitan erat dengan sistem pemberian penghargaan yang diterapkan oleh lembaga/organisasi tempat mereka bekerja. Pemberian penghargaan yang tidak tepat dapat berpengaruh terhadap peningkatan kinerja seseorang.
Berkaitan erat dengan kinerja guru di dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari sehingga dalam melaksanakan tugasnya guru perlu memiliki tiga kemampuan dasar agar kinerjanya tercapai sebagai berikut:
1.       kemampuan pribadi meliputi hal-hal yang bersifat fisik seperti tampang, suara, mata atau pandangan, kesehatan, pakaian, pendengaran, dan hal yang bersifat psikis seperti humor, ramah, intelek, sabar, sopan, rajin, kreatif, kepercayaan diri, optimis, kritis, obyektif, dan rasional;
2.       kemampuan sosial antara lain bersifat terbuka, disiplin, memiliki dedikasi, tanggung jawab, suka menolong, bersifat membangun, tertib, bersifat adil, pemaaf, jujur, demokratis, dan cinta anak didik;
3.       kemampuan profesional sebagaimana dirumuskan oleh P3G yang meliputi 10 kemampuan profesional guru yaitu: menguasai bidang studi dalam kurikulum sekolah dan menguasai bahan pendalaman/aplikasi bidang studi, mengelola program belajar mengajar,mengelola kelas, menggunakan media dan sumber, menguasai landasan-landasan kependidikan, mengelola interaksi belajar mengajar, menilai prestasi siswa untuk kepentingan pendidikan, mengenal fungsi dan program bimbingan penyuluhan, mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah, memahami prinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna keperluan mengajar menurut.
Kinerja guru adalah persepsi guru terhadap prestasi kerja guru yang berkaitan dengan kualitas kerja, tanggung jawab, kejujuran, kerjasama dan prakarsa.
Indikator kinerja dari satu pekerjaan kepada pekerjaan yang lain dapat berbeda-beda dan tergantung dari uraian tugas (job description) masing-masing, tetapi masih dapat ditentukan indikator-indikator umumnya. Antara lain : (1) Quality of work, (2) promptness, (3) initiative, (4) Capability, (5) Communication. (Mithcel, T.R 1987 : 343).

D.     Evaluasi Hasil Belajar
1.         Pengertian Pengukuran, Penilaian dan Evaluasi
Wiersma dan Jurs membedakan antara evaluasi, pengukuran dan testing. Mereka berpendapat bahwa evaluasi adalah suatu proses yang mencakup pengukuran dan mungkin juga testing, yang juga berisi pengambilan keputusan tentang nilai. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Arikunto yang menyatakan bahwa evaluasi merupakan kegiatan mengukur dan menilai. Kedua pendapat di atas secara implisit menyatakan bahwa evaluasi memiliki cakupan yang lebih luas daripada pengukuran dan testing.
Ralph W. Tyler, yang dikutif oleh Brinkerhoff dkk. Mendefinisikan evaluasi sedikit berbeda. Ia menyatakan bahwa evaluation as the process of determining to what extent the educational objectives are actually being realized. Sementara Daniel Stufflebeam (1971) yang dikutip oleh Nana Syaodih S., menyatakan bahwa evaluation is the process of delinating, obtaining and providing useful information for judging decision alternatif. Demikian juga dengan Michael Scriven (1969) menyatakan evaluation is an observed value compared to some standard. Beberapa definisi terakhir ini menyoroti evaluasi sebagai sarana untuk mendapatkan informasi yang diperoleh dari proses pengumpulan dan pengolahan data.
Sementara itu Asmawi Zainul dan Noehi Nasution mengartikan pengukuran sebagai pemberian angka kepada suatu atribut atau karakteristik tertentu yang dimiliki oleh orang, hal, atau obyek tertentu menurut aturan atau formulasi yang jelas, sedangkan penilaian adalah suatu proses untuk mengambil keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar baik yang menggunakan tes maupun nontes. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Suharsimi Arikunto yang membedakan antara pengukuran, penilaian, dan evaluasi. Arikunto menyatakan bahwa mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran. Pengukuran bersifat kuantitatif. Sedangkan menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk. Penilaian bersifat kualitatif. Hasil pengukuran yang bersifat kuantitatif juga dikemukakan oleh Norman E. Gronlund (1971) yang menyatakan Measurement is limited to quantitative descriptions of pupil behavior.
Pengertian penilaian yang ditekankan pada penentuan nilai suatu obyek juga dikemukakan oleh Nana Sudjana. Ia menyatakan bahwa penilaian adalah proses menentukan nilai suatu obyek dengan menggunakan ukuran atau kriteria tertentu, seperti Baik , Sedang, Jelek. Seperti juga halnya yang dikemukakan oleh Richard H. Lindeman (1967) The assignment of one or a set of numbers to each of a set of person or objects according to certain established rules.
2.       Tujuan Evaluasi
Sebagaimana diuraikan pada bagian terdahulu bahwa evaluasi dilaksanakan dengan berbagai tujuan. Khusus terkait dengan pembelajaran, evaluasi dilaksanakan dengan tujuan:
a.       Mendeskripsikan kemampuan belajar siswa.
b.       mengetahui tingkat keberhasilan PBM
c.       menentukan tindak lanjut hasil penilaian
d.       memberikan pertanggung jawaban (accountability)
3.       Fungsi Evaluasi
Sejalan dengan tujuan evaluasi di atas, evaluasi yang dilakukan juga memiliki banyak fungsi, diantaranya adalah fungsi:
a.       Selektif
b.       Diagnostik
c.       Penempatan
d.       Pengukur keberhasilan
Selain keempat fungsi di atas Asmawi Zainul dan Noehi Nasution menyatakan masih ada fungsi-fungsi lain dari evaluasi pembelajaran, yaitu fungsi:
a.         Remedial
b.         Umpan balik
c.         Memotivasi dan membimbing anak
d.         Perbaikan kurikulum dan program pendidikan
e.         Pengembangan ilmu
4.       Manfaat Evaluasi
Secara umum manfaat yang dapat diambil dari kegiatan evaluasi dalam pembelajaran, yaitu :
a.         Memahami sesuatu : mahasiswa (entry behavior, motivasi, dll), sarana dan prasarana, dan kondisi dosen
b.         Membuat keputusan : kelanjutan program, penanganan masalah, dll
c.         Meningkatkan kualitas PBM : komponen-komponen PBM
Sementara secara lebih khusus evaluasi akan memberi manfaat bagi pihak-pihak yang terkait dengan pembelajaran, seperti siswa, guru, dan kepala sekolah.
Bagi Siswa : Mengetahui tingkat pencapaian tujuan pembelajaran : Memuaskan atau tidak memuaskan
Bagi Guru : (a) mendeteksi siswa yang telah dan belum menguasai tujuan : melanjutkan, remedial atau pengayaan, (b) ketepatan materi yang diberikan : jenis, lingkup, tingkat kesulitan, dll. (c) ketepatan metode yang digunakan
Bagi Sekolah : (a) hasil belajar cermin kualitas sekolah, (b) membuat program sekolah, (c) pemenuhan standar
5.   Macam-macam Evaluasi
a.    Formatif
Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan pada setiap akhir pembahasan suatu pokok bahasan / topik, dan dimaksudkan untuk mengetahui sejauh manakah suatu proses pembelajaran telah berjalan sebagaimana yang direncanakan. Winkel menyatakan bahwa yang dimaksud dengan evaluasi formatif adalah penggunaan tes-tes selama proses pembelajaran yang masih berlangsung, agar siswa dan guru memperoleh informasi (feedback) mengenai kemajuan yang telah dicapai. Sementara Tesmer menyatakan formative evaluation is a judgement of the strengths and weakness of instruction in its developing stages, for purpose of revising the instruction to improve its effectiveness and appeal. Evaluasi ini dimaksudkan untuk mengontrol sampai seberapa jauh siswa telah menguasai materi yang diajarkan pada pokok bahasan tersebut. Wiersma menyatakan formative testing is done to monitor student progress over period of time. Ukuran keberhasilan atau kemajuan siswa dalam evaluasi ini adalah penguasaan kemampuan yang telah dirumuskan dalam rumusan tujuan (TIK) yang telah ditetapkan sebelumnya. TIK yang akan dicapai pada setiap pembahasan suatu pokok bahasan, dirumuskan dengan mengacu pada tingkat kematangan siswa. Artinya TIK dirumuskan dengan memperhatikan kemampuan awal anak dan tingkat kesulitan yang wajar yang diperkiran masih sangat mungkin dijangkau/ dikuasai dengan kemampuan yang dimiliki siswa. Dengan kata lain evaluasi formatif dilaksanakan untuk mengetahui seberapa jauh tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai. Dari hasil evaluasi ini akan diperoleh gambaran siapa saja yang telah berhasil dan siapa yang dianggap belum berhasil untuk selanjutnya diambil tindakan-tindakan yang tepat. Tindak lanjut dari evaluasi ini adalah bagi para siswa yang belum berhasil maka akan diberikan remedial, yaitu bantuan khusus yang diberikan kepada siswa yang mengalami kesulitan memahami suatu pokok bahasan tertentu. Sementara bagi siswa yang telah berhasil akan melanjutkan pada topik berikutnya, bahkan bagi mereka yang memiliki kemampuan yang lebih akan diberikan pengayaan, yaitu materi tambahan yang sifatnya perluasan dan pendalaman dari topik yang telah dibahas.
b.    Sumatif
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan pada setiap akhir satu satuan waktu yang didalamnya tercakup lebih dari satu pokok bahasan, dan dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana peserta didik telah dapat berpindah dari suatu unit ke unit berikutnya. Winkel mendefinisikan evaluasi sumatif sebagai penggunaan tes-tes pada akhir suatu periode pengajaran tertentu, yang meliputi beberapa atau semua unit pelajaran yang diajarkan dalam satu semester, bahkan setelah selesai pembahasan suatu bidang studi.
c.    Diagnostik
Evaluasi diagnostik adalah evaluasi yang digunakan untuk mengetahui kelebihan-kelebihan dan kelemahan-kelemahan yang ada pada siswa sehingga dapat diberikan perlakuan yang tepat. Evaluasi diagnostik dapat dilakukan dalam beberapa tahapan, baik pada tahap awal, selama proses, maupun akhir pembelajaran. Pada tahap awal dilakukan terhadap calon siswa sebagai input. Dalam hal ini evaluasi diagnostik dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal atau pengetahuan prasyarat yang harus dikuasai oleh siswa. Pada tahap proses evaluasi ini diperlukan untuk mengetahui bahan-bahan pelajaran mana yang masih belum dikuasai dengan baik, sehingga guru dapat memberi bantuan secara dini agar siswa tidak tertinggal terlalu jauh. Sementara pada tahap akhir evaluasi diagnostik ini untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa atas seluruh materi yang telah dipelajarinya.

Perbandingan Tes Diagnostik, Tes Formatif, dan Tes Sumatif
Ditinjau dari
Tes Diagnostik
Tes Formatif
Tes Sumatif
Fungsinya
*mengelompokkan siswa berdasarkan kemampuannya
*menentukan kesulitan belajar yang dialami
*Umpan balik bagi siswa, guru maupun program untuk menilai pelaksanaan suatu unit program
  Memberi tanda telah mengikuti suatu program, dan menentukan posisi kemampuan siswa dibandingkan dengan anggota kelompoknya
cara memilih tujuan yang dievaluasi
*memilih tiap-tiap keterampilan prasarat
*memilih tujuan setiap program pembelajaran secara berimbang
*memilih yang berhubungan dengan tingkah laku fisik, mental dan perasaan
Mengukur semua tujuan instruksional khusus
Mengukur tujuan instruksional umum
Skoring (cara menyekor)
*menggunakan standar mutlak dan relatif
 menggunakan standar mutlak
 menggunakan standar relatif

6.   Prinsip Evaluasi
Terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam melaksanakan evaluasi, agar mendapat informasi yang akurat, diantaranya:
a.         Dirancang secara jelas abilitas yang harus dinilai, materi penilaian, alat penilaian, dan interpretasi hasil penilaian. patokan : Kurikulum/silabi.
b.         Penilaian hasil belajar menjadi bagian integral dalam proses belajar mengajar.
c.         Agar hasil penilaian obyektif, gunakan berbagai alat penilaian dan sifatnya komprehensif.
d.         Hasilnya hendaknya diikuti tindak lanjut.
Prinsip lain yang dikemukakan oleh Ngalim Purwanto adalah:
a.       Penilaian hendaknya didasarkan pada hasil pengukuran yang komprehensif
b.       Harus dibedakan antara penskoran (scoring) dengan penilaian (grading)
c.       Hendaknya disadari betul tujuan penggunaan pendekatan penilaian (PAP dan PAN)
d.       Penilaian hendaknya merupakan bagian integral dalam proses belajar mengajar.
e.       Penilaian harus bersifat komparabel.
f.        Sistem penilaian yang digunakan hendaknya jelas bagi siswa dan guru.
7.   Pendekatan Evaluasi
Ada dua jenis pendekatan penilaian yang dapat digunakan untuk menafsirkan sekor menjadi nilai. Kedua pendekatan ini memiliki tujuan, proses, standar dan juga akan menghasilkan nilai yang berbeda. Karena itulah pemilihan dengan tepat pendekatan yang akan digunakan menjadi penting. Kedua pendekatan itu adalah Pendekatan Acuan Norma (PAN) dan Pendekatan Acuan Patokan (PAP).
Sejalan dengan uraian di atas, Glaser (1963) yang dikutip oleh W. James Popham menyatakan bahwa terdapat dua strategi pengukuran yang mengarah pada dua perbedaan tujuan substansial, yaitu pengukuran acuan norma (NRM) yang berusaha menetapkan status relatif, dan pengukuran acuan kriteria (CRM) yang berusaha menetapkan status absolut. Sejalan dengan pendapat Glaser, Wiersma menyatakan norm-referenced interpretation is a relative interpretation based on an individual position with respect to some group. Glaser menggunakan konsep pengukuran acuan norma (Norm Reference Measurement / NRM) untuk menggambarkan tes prestasi siswa dengan menekankan pada tingkat ketajaman suatu pemahaman relatif siswa. Sedangkan untuk mengukur tes yang mengidentifikasi ketuntasan / ketidaktuntasan absolut siswa atas perilaku spesifik, menggunakan konsep pengukuran acuan kriteria (Criterion Reference Measurement).
a.         Penilaian Acuan Patokan (PAP), Criterion Reference Test (CRT)
Tujuan penggunaan tes acuan patokan berfokus pada kelompok perilaku siswa yang khusus. Joesmani menyebutnya dengan didasarkan pada kriteria atau standard khusus. Dimaksudkan untuk mendapat gambaran yang jelas tentang performan peserta tes dengan tanpa memperhatikan bagaimana performan tersebut dibandingkan dengan performan yang lain. Dengan kata lain tes acuan kriteria digunakan untuk menyeleksi (secara pasti) status individual berkenaan dengan (mengenai) domain perilaku yang ditetapkan / dirumuskan dengan baik.
Pada pendekatan acuan patokan, standar performan yang digunakan adalah standar absolut.Semiawan menyebutnya sebagai standar mutu yang mutlak. Criterion-referenced interpretation is an absolut rather than relative interpetation, referenced to a defined body of learner behaviors. Dalam standar ini penentuan tingkatan (grade) didasarkan pada sekor-sekor yang telah ditetapkan sebelumnya dalam bentuk persentase. Untuk mendapatkan nilai A atau B, seorang siswa harus mendapatkan sekor tertentu sesuai dengan batas yang telah ditetapkan tanpa terpengaruh oleh performan (sekor) yang diperoleh siswa lain dalam kelasnya. Salah satu kelemahan dalam menggunakan standar absolut adalah sekor siswa bergantung pada tingkat kesulitan tes yang mereka terima. Artinya apabila tes yang diterima siswa mudah akan sangat mungkin para siswa mendapatkan nilai A atau B, dan sebaliknya apabila tes tersebut terlalu sulit untuk diselesaikan, maka kemungkinan untuk mendapat nilai A atau B menjadi sangat kecil. Namun kelemahan ini dapat diatasi dengan memperhatikan secara ketat tujuan yang akan diukur tingkat pencapaiannya.
Dalam menginterpretasi skor mentah menjadi nilai dengan menggunakan pendekatan PAP, maka terlebih dahulu ditentukan kriteria kelulusan dengan batas-batas nilai kelulusan. Umumnya kriteria nilai yang digunakan dalam bentuk rentang skor berikut:
Rentang Skor Nilai
80% s.d. 100% A
70% s.d. 79% B
60% s.d. 69% C
45% s.d. 59% D
< 44% E / Tidak lulus
b.         Penilaian Acuan Norma (PAN), Norm Reference Test (NRT)
Tujuan penggunaan tes acuan norma biasanya lebih umum dan komprehensif dan meliputi suatu bidang isi dan tugas belajar yang besar. Tes acuan norma dimaksudkan untuk mengetahui status peserta tes dalam hubungannya dengan performans kelompok peserta yang lain yang telah mengikuti tes. Tes acuan kriteria Perbedaan lain yang mendasar antara pendekatan acuan norma dan pendekatan acuan patokan adalah pada standar performan yang digunakan.
Pada pendekatan acuan norma standar performan yang digunakan bersifat relatif. Artinya tingkat performan seorang siswa ditetapkan berdasarkan pada posisi relatif dalam kelompoknya; Tinggi rendahnya performan seorang siswa sangat bergantung pada kondisi performan kelompoknya. Dengan kata lain standar pengukuran yang digunakan ialah norma kelompok. Salah satu keuntungan dari standar relatif ini adalah penempatan sekor (performan) siswa dilakukan tanpa memandang kesulitan suatu tes secara teliti. Kekurangan dari penggunaan standar relatif diantaranya adalah (1) dianggap tidak adil, karena bagi mereka yang berada di kelas yang memiliki sekor yang tinggi, harus berusaha mendapatkan sekor yang lebih tinggi untuk mendapatkan nilai A atau B. Situasi seperti ini menjadi baik bagi motivasi beberapa siswa. (2) standar relatif membuat terjadinya persaingan yang kurang sehat diantara para siswa, karena pada saat seorang atau sekelompok siswa mendapat nilai A akan mengurangi kesempatan pada yang lain untuk mendapatkannya.

F. Kajian Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan
1.  Sutikno (2009) Hasil penelitian tentang Hubungan Motivasi Berprestasi, Kompetensi Guru, Dan Sikap Guru Terhadap Profesi Dengan Prestasi  Guru Dalam Pembelajaran Matematika Sma Di Kabupaten Way Kanan, ditemukan bahwa :
a. terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara motivasi berprestasi dengan prestasi guru dalam pembelajaran Matematika ditunjukkan oleh koefesien korelasi sebesar 0,616,
b. terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kompetensi guru dengan prestasi guru dalam pembelajaran Matematika dengan korelasi sebesar 0,850,
c. erdapat hubungan yang positif dan signifikan antara sikap guru terhadap profesi dengan koefesien korelasi sebesar 0,722, dan
d.  terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara motivasi berprestasi, kompetensi guru, dan sikap guru terhadap profesi secara bersama-sama dengan prestasi guru dalam pembelajaran Matematika dengan  koefesien korelasi sebesar 0,872.  Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa motivasi berprestasi, kompetensi guru, dan sikap guru terhadap profesi merupakan faktor yang mempengaruhi prestasi guru dalam pembelajaran Matematika SMA. 
2.  S. Eko Putro Widoyoko, M.Pd. hasil penelitian tentang Kompetensi Mengajar Guru IPS SMA Kab. Purworejo, mengemukakan hal-hal sebagai berikut :
a. Latar belakang pendidikan guru memberikan sumbangan sebesar 11,11 % terhadap kompetensi mengajar guru IPS SMA Kab. Purworejo.
b. Pengalaman mengajar guru memberi sumbangan sebesar 6,35 % terhadap kompetensi mengajar guru IPS SMA Kab. Purworejo.
c.  Etos kerja member sumbangan positif sebesar 16,59 % terhadap kompetensi mengajar guru IPS SMA Kab. Purworejo.
d.  Hasil analisis regresi ganda mengungkapkan adanya sumbangan positif yang signifikan secara bersama-sama dari latar belakang pendidikan, pengalaman mengajar dan etos kerja 46,3 % terhadap kompetensi mengajar guru IPS SMA Kab. Purworejo.
3.  Siti Aminah Anshori (1999) melakukan penelitian tentang yang berjudul Pengaruh Kualitas Kinerja Guru terhadap Prestasi Belajar di Kotamadya Bandung, ditemukan bahwa :
a.  Terdapat hubungan positif dan signifikan antara kemampuan umum kinerja guru dengan prestasi belajar siswa Sekolah Dasar Negeri se-Kecamatan Cicendo Kotamadya Bandung.
b.  Terdapat hubungan positif dan tidak signifikan antara kemampuan upaya guru dengan prestasi belajar siswa Sekolah Dasar Negeri se-Kecamatan Cicendo Kotamadya Bandung.
4.  Bambang Santoso (2005) hasil penelitian tentang Kontribusi Kemampuan Manajemen Kelas dan Kinerja Guru Sekolah Dasar Negeri di lingkungan Kantor Dinas Pendidikan Kecamatan Sumedang Selatan Kabupaten Sumedang Tahun 2004, ditemukan bahwa :
a.  Kualitas tingkat kontribusi manajemen kelas dengan prestasi belajar sebesar 49,21 % dan sisanya 50,79 % kontribusi diberikan oleh sector lain.
b.  Kualitas tingkat kontribusi kinerja mengajar guru dengan prestasi belajar sebesar 4,9 % dan sisanya 95,1 % kontribusi diberikan oleh sktor lain.
c.  Besaran kontribusi kemampuan manajemen kelas dan kinerja mengajar guru terhadap prestasi belajar siswa, berdasarkan uji regresi ganda menghasilkan nilai R = 0,227 (22,7 %) serta R2 = 0,051 (5,15 %) dan sisanya dibentuk serta ditentukan oleh variabel lain.
5.  Rasto (2006). Kajian difokuskan pada factor-faktor yang mempengaruhi kinerja mengajar guru, meliputi kompetensi, motivasi dan budaya organisasi. Dari hasil penelitiannya dapat disimpulkan kompetensi guru (X1) 25,34 % berpengaruh terhadap kinerja mengajar guru, kemudian motivasi (X2) 5,39 % berpengaruh terhadap kinerja mengajarnya.
Mengingat bahwa dalam era global, pendidikan nasional harus pula memperhatikan perkembangan yang terjadi secara internasional, maka kajian kompetensi guru sebagai unsur pokok dalam penyelenggaraan pendidikan formal, perlu pula mempertimbangkan bagaimana kompetensi guru dibina dan dikembangkan pada beberapa negara lain. Kajian empirik ini dilakukan untuk memperkaya rincian kompetensi serta upaya pembinaannya.
Departemen Pendidikan dan Latihan Australia Barat (Department of Education and Training, Western Australia) menentukan kerangka kompetensi untuk guru dengan menerbitkan Competncy Framework For Teachers18. Standar kompetensi guru ditentukan dalam tiga fase yang merupakan suatu kontinuum dalam praktek pembelajaran. Fase tersebut bukan merupakan sesuatu yang dinamik dan bukan merupakan suatu bentuk penjenjangan atau lama waktu bertugas. Misalnya seorang guru yang baru bertugas, mampu mampu menunjukkan kompetensinya dalam bebarapa indikator dalam setiap fase. Berdasarkan hal itu guru tersebut dapat menentukan sendiri kompetensi apa yang belum dikuasai, baik pada fase pertama, kedua maupun ketiga, dan kemudian berusaha untuk dapat melaksanakan kompetensi dengan berbagai cara yang dimungkinkan.
Standar kompetensi tersebut ditentukan sebagai berikut :
Fase pertama
a.       Melibatkan siswa dalam pengalaman belajar yang bertujuan dan bermakna
b.       Memonitor, menilai, merekam dan melaporkan hasil belajar siswa
c.       Melakukan refleksi kritis dari pengalaman profesionalnya agar supaya dapat meningkatkan efektivitas profesi.
d.       Berpartisi dalam kebijakan kurikulum dan program kerjasama
e.       Membangun kemitraan dengan siswa, sejawat, orangtua, dan pihak lain yang membantu
Fase kedua :
a.         Memperhatikan gaya belajar dan kebutuhan siswa yang beragam dengan menerapkan berbagai bentuk strategi pembelajaran
b.         Menerapkan sistem penilaian dan pelaporan yang komprehensif mengenai pencapaian hasil belajar siswa
c.         Membantu berkembangnya masyarakat belajar
d.         Memberikan dukungan dalam kebijakan kurikulum dan program kerjasama
e.         Membantu belajar siswa melalui kemitraan dan kerjasama dengan dengan warga sekolah
Fase ketiga :
a.       Menggunakan strategi dan teknik pembelajaran sesuai kebutuhan individual siswa maupun kelompok secara responsif dan inklusif
b.       Menggunakan strategi penilaian dan pelaporan dengan konsisten secara responsif dan inklusif
c.       Melibatkan diri dalam berbagai kegiatan belajar profesional yang mendukung berkembangnya masyarakat belajar
d.       Menunjukkan kepemimpinan dalam berbagai proses pengembangan sekolah termasuk perencanaan dan kebijakan kurikulum
e.       Membangun kerjasama dalam lingkungan komunitas sekolah.
Kerangka kompetensi tersebut dikembangkan oleh Departemen Pendidikan dan Pelatihan melalui konsultasi komprehensif dengan berbagai pihak, termasuk guru, organisasi profesi, lembaga pendidikan tnggi, Australian Education Union, dan para pemangku kepentingan lain.
Di Amerika Serikat, masing-masing negara bagian mempunyai ketentuan dalam memberikan lisensi kepada guru baru. Sedangkan untuk guru berpengalaman diterbitkan panduan oleh National Board for Professional Teaching Standards. Panduan ini sifatnya sukarela, tidak ada keharusan bagi negara bagian untuk menggunakan dalam memberikan pengakuan atas kompetensi guru. Panduan tersebut diterbitkan dengan judul What Teachers Should Know and Be Able to Do (apa yang perlu dipahami dan mampu dilaksanakan oleh guru).19 Proposisi inti tentang kompetensi guru meliputi :
a.    Guru mempunyai komitmen terhadap siswa dan belajar mereka
b.     Guru menguasai materi yang pelajaran dan cara mengajarnya
c.    Guru bertanggung jawab dalam mengelola dan memonitor belajar siswa
d.    Guru berpikir secara sistematik mengenai tugasnya dan belajar dari pengalamannya
e.    Guru menjadi anggota dari masyarakat belajar.
Ke lima proposisi inti tersebut dikembangkan ke dalam 17 indikator sebagai berikut:
Komitmen terhadap siswa & belajar
a.    Guru mengenal perbedaan individual siswa dan menyesuaikajn praktek pembelajarannya sesuai dengan keragaman tersebut
b.    Guru memahami bagaimana siswa berkembang dan belajar
c.    Guru memperlakukan siswa dengan adil
d.    Misi guru tidak hanya mengembangkan kapasitas kognitif
Penguasaan materi dan cara pengajaran
a.    Guru menghargai bagaimana pengetahuan dikembangkan, diorgani-sasikan dan dikaitkan dengan disiplin lain
b.    Guru menguasai secara khusus bagaimana pengetahuan disajikan kepada siswa
c.    Guru mengembangkan berbagai cara untuk menguasai penggetahuan
Mengelola dan memonitor kegiatan belajar
a.    Guru menggunakan berbagai metode untuk mencapai tujuan belajar
b.    Guru mengkoordinasikan kegiatan belajar dalam kelompok
c.    Guru memberi perhatian utama terhadap keterlibatan siswa
d.    Guru menilai kemajuan belajar secara teratur
e.    Guru selalu memperhatikan tujuan utama tugasnya
Berpikir sistematis dan belajar dari pengalaman
a.    Guru mampu secara terus menerus mengatasi kesulitan yang dihadapinya, yang merupakan bukti atas kemampuannya
b.    Guru meminta nasehat dari orang lain dan melakukan penelitian untuk memperbaiki kinerjanya
Guru sebagai anggota warga belajar
a.    Guru menyumbang efektivitas sekolah melalui kerjasama dengan professional lain
b.    Guru bekerjasam secara kolaboratif dengan orangtua siswa
c.    Guru memanfaatkan sumber-sumber yang ada di masyarakat.
Ada sejumlah pernyataan dalam kajian empirik tersebut diatas yang perlu digunakan sebagai indikator kompetensi.

 

BAB III
METODE PENELITIAN

A.       Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian survey dengan teknik deskriptif analisis., yaitu metode penelitian yang dilakukan di lapangan untuk meneliti hal-hal yang terjadi pada masa sekarang dan memerlukan pemecahan masalah. Metode ini dilakukan dengan survey, dokumentasi dan penyebaran angket.
Metode yang dipakai untuk mengumpulkan data yaitu kuesioner, observasi dan dokumentasi.
Instrumen pengumpulan data menggunakan instrumen, kuesioner, pedoman observasi dan dokumentasi.
Penelitian deskriptif merupakan penelitian terhadap fenomena atau populasi tertentu yang diperoleh dari subjek yang berupa individu, organisasi dan perspektif.
Statistik deskriptif yaitu statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa maksud membuat kesimpulan secara umum. Data yang didapat kemudian dikumpulkan, diolah dan dianalisis. Penelitian ini mendeskripsikan dan menganalisis kontribusi, kualifikasi, kompetensi, kinerja guru terhadap hasil belajar siswa. Dengan pendekatan yang digunakan untuk mengetahui kontribusi antara dua variabel atau lebih yang diteliti tersebut cukup rumit sehingga tidak mungkin untuk dimanipulasi dengan metode eksperimen. Dengan demikian statistic deskriptif digunakan untuk menjelaskan data dan membuat kesimpulan.

B.       Populasi dan Sampel
1.       Populasi
Populasi penelitian adalah Guru Geografi dan peserta didik SMA Negeri di Kabupaten Garut.
Adapun alasan guru geografi dan peserta didik SMA dijadikan populasi penelitian yaitu : a) berdasarkan mata pelajaran Geografi di SMA diberikan di semua tingkat mulai dari kelas X sampai dengan kelas XII, b) secara psikologi peserta didik di tingkat SMA sudah dapat berfikir abstrak untuk menjelaskan konsep Geografi, c) Guru geografi SMA perlu lebih mengoptimalkan dalam pembelajaran supaya hasil belajar meningkat
2.       Sampel
Penentuan ukuran sampel menggunakan formula yang dikemukakan oleh Cohen (1977), dengan asumsi bahwa penelitian yang bersifat korelasional dengan mempertimbangkan besarnya signifikansi (α), power (1-β), jumlah ubahan bebas (u) dan effect size (f2). Pengambilan sampel dari masing-masing gugus sekolah menggunakan teknik proportional random sampling.

C.       Instrumen Penelitian
Data penelitian dengan membuat daftar pernyataan yang dikembangkan peneliti. Sebelum pernyataan terlebih dahulu menyusun kisi-kisi yang terdiri dari variabel, sub variabel, indikator dan pernyataan.

1.       Kualifikasi
Variabel kualifikasi langsung didapat dari data responden yang sesuai jenajng pendidikan yang dimiliki, dengan klasifikasi DI/DII/DIII skor 1, S1 skor 2 dan S2 skor 3.
2.       Kompetensi
Kompetensi guru dibuat dalam format pernyataan dengan memberikan ceklist (√) Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS).
3.       Kinerja
Untuk mengetahui tentang kinerja guru dibuat pernyataan dalam bentuk ceklist (√) Selalu (S), Sering (SR), Jarang (JR), Kurang (KR), Tidak Pernah (TP).


 
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (1988). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta.

Al Muchtar, Suwarma. (2001). Pendidikan dan Masalah Sosial Budaya. Bandung : Gelar Pustaka Mandiri.

Badan Standar Nasional Pendidikan, Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SMA, BNSP.

Roger, A. (1994). Teaching Adult. Philadelpia : Open University Press.

Singarimbun Masri dan Effendi Sofyan. Metode Penelitian Survei, Jakarta : LP3S.

Sudjana, (1996). Metoda Statistik. Bandung : Tarsito.

Sugiyono, (2008). Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.

Sumaatmaja, Nursid, (1997). Metode Pengajaran Geografi, Jakarta : Bumi Aksara.

Somantri Numan Muh, (1990). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS, Bandung : PPs dan FPIPS UPI.

Zainul Asmawi, (2005). Alternatif Assesment. Pusat Antar Universitas untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Intruksional. Dirjen Pendidikan Tinggi Depdiknas.